Senin, 16 Mei 2011

Pancasila Sebagai Pembangun Karakter Bangsa

Enam puluh lima tahun yang lalu, tepatnya tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno dalam pidatonya telah mengusulkan dasar falsafah Negara Indonesia. Dasar falsafah Negara yang lima inilah yang diperkenalkan oleh beliau -yang istilahnya diperoleh dari ahli bahasa, Mr. Muh. Yamin- sebagai Pancasila.

Selama itu juga Pancasila telah dipandang sebagai sistem filsafat, etika (moral) politik, dan Ideologi Nasional. Sebagai ideologi terbuka, yang pertama kali diperkenalkan oleh Soeharto pada 10 November 1986, Pancasila dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman yang senantiasa dinamis tanpa mengesampingkan nilai-nilai dasarnya yang tetap.

Nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa,semestinya merekat erat sebagai karakter bangsa ini. Ini dikarenakan Pancasila merupakan dasar negara sekaligus sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Akan tetapi, terkadang suatu teori atau konsep sangat bertentangan dengan prakteknya secara nyata. Nilai-nilai luhur Pancasila telah ternoda oleh perilaku korupsi pejabat, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), usaha-usaha disintegrasi bangsa, para politisi busuk yang senantiasa melakukan kecurangan dan yang paling menyesakkan adalah pengkhianatan terhadap keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pembangunan karakter bangsa sudah menjadi harga mati pada masa ini. Perilaku-perilaku menyimpang yang telah membudaya hanya dapat diberantas secara tuntas dengan mengubah pola pikir dan karakter pelaku. Terkadang, sulit untuk menentukan parameter yang sesuai untuk itu. Terlebih dengan kemajemukan bangsa Indonesia. Di sinilah kita semestinya kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa yang terkandung dalam Pancasila.

Sebuah dasar negara seyogyanya tidak hanya dipelajari dan dimengerti saja. Tetapi yang lebih dari itu adalah pelaksanaannya secara nyata. Ideologi negara juga bukan hanya milik para penyelenggara negara ini tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Kesangsian publik terhadap pelaksanaan ideologi inilah yang mengundang isu-isu untuk mengganti dasar negara, Pancasila.

Sejalan dengan itu diperlukanlah Pendidikan Pancasila bagi masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah Pancasila bukanlah suatu dogma. Pancasila bukanlah kumpulan rangkaian aturan luhur yang harus dihafal. Bukan, bukan itu esensinya. Pendidikan Pancasila adalah pendidikan perilaku. Suatu pendidikan yang 90% praktek dan 10% teori. Pendidikan untuk terus mengembangkan nilai-nilai instrumen Pancasila yang disesuaikan dengan keadaan bangsa saat ini tanpa mengesampingkan nilai-nilai dasarnya.

Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sudah sepantasnya dijaga oleh seluruh rakyat Indonesia. Begitu pula dalam pelaksanaannya, harus dilaksanakan dengan kesadaran dan kemauan sebagai bangsa Indonesia. Hal ini diperlukan agar seluruh pengambil kebijakan tidak hanya manis dalam konsep-konsep untuk membangun bangsa dan janji-janji manis untuk mencapai tujuan bangsa tetapi juga solusi yang cespleng untuk menghadapi permasalahan bangsa.

Dikutip dari Metrotvnews.com, Jakarta: Karakter bangsa Indonesia adalah Pancasila dan karakter bangsa Indonesia yang cukup terkenal yaitu bangsa yang mengeluh. Itulah beberapa hal yang terungkap dalam diskusi executive forum dengan tema pembangunan karakter bangsa melalui grand design pendidikan karakter nasional.

Diskusi yang menghadirkan berbagai pihak seperti pengamat, praktisi, dan juga LSM itu membicarakan mengenai permasalahan yang aktual mengenai kebijakan yang diambil pemerintah.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Media Indonesia tersebut merupakan diskusi rutin sebulan sekali. Arief Rachman pakar pendidikan sekaligus pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan jika karakter bangsa Indonesia yaitu Pancasila sehingga seharusnya bangsa indonesia menjadi bangsa yang besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar